Isnin, 23 April 2012

Meaning of QIYAS




QIYAS:

Literally, Qiyas means measuring or ascertaining the length, weight, org quality of something.

Technically, qiyas is the extension of a shari’ah value from an original case, (asl) to a new case, because the latter has the same effective cause as the former.

The original case is regulated by a given text, and qiyas seeks to extend the same textual ruling to the new case. It is by virtue of the commonality of the effective cause (‘illah), between the original case and the new case that the application of qiyas is justified.
It would be useful to start by giving a few examples.

1. The Quran (al-Jumu’ah. 62;9) forbids selling or buying goods after the last call for Friday prayer until the end of the prayer. By analogy this prohibition is extended to all kinds of transactions, since the effective cause, that is, diversion from prayer, is common to all.

2. The prophet is reported to have said, ‘The killer shall not inherit (from his victim).’ By analogy this ruling is extended to bequests, which would mean that the killer cannot benefit from the will of his victim either.


The essential requirements of qiyas which are indicated in these definitions are as follows:

1. The original case (asl), on which a ruling is given in the text and which analogy seeks to extend to a new case. The new case (far’) on which a ruling is wanting.

2. The effective cause (‘illah) which is an attribute (wasf) of the asl and is found to be in common between the original and the new case.

3. The rule (hukm) governing the original case which is to be extended to the new case.
To illustrate these, we might adduce the example of the Quran (al-maidah, 5;90), which explicitly forbids wine drinking. If this prohibition is to be extended by analogy to narcotic drugs, the four pillars of analogy in this example would be:


Asl : wine drinking.
Far’ : taking drugs.
‘illah : the intoxicating effect.
Hukm : prohibition.



A) HUKM:

1. It must be a practical shar’i ruling, for qiyas is only operative in regard to practical matters inasmuch as this is the case with fiqh as a whole.
2. The hukm must be operative, which means that it has not been abrogated.
3. The hukm must be rational in the sense that the human intellect is capable of understanding the reason or the cause of its enactment, or that the ‘illah is clearly given in the text itself.
4. The fourth requirement concerning the hukm is that it must not be confined to an exceptional situation or to a particular state of affairs.
5. And lastly, the law of the text must not represent a departure from the general rules of qiyas in the first place.

B) FAR’:

1. The new case must not be covered by the text or ijma’.
2. The effective cause of analogy must be applicable to the new case in the same way as to the original case.
3. The application of qiyas to a new case must not result in altering the law of the text, for this would mean overruling the text by means of qiyas which is ultra vires.

C) 'Illah:

1. According to the majority of ulama, the ‘illah must be a constant attribute (mundabit) which is applicable to all cases without being affected by differences of persons, time, place and circumstances.
2. As ready stated, the effective cause on which analogy is based must also be evident (zahir).
3. The third condation of ‘illah is that it must be a proper attribute (al-wasf al-munasib) in that it bears a proper and reasonable relationship to the law of the text (hukm).
4. The ‘illah must be ‘transient’ (muta’addi), that is, an objective quality which is transferable to other cases.
5. And finally, the effective cause must not be and attribute which runs counter to, or seeks to alter, the law of the text.

-by mr. Tarek Sidi-

Jumaat, 20 April 2012

Adab Menuntut Ilmu- I love Islam

Dalam usaha kita untuk menuntut ilmu, seharusnya kita mengetahui dahulu betapa perlunya adab-adab sebelum menuntut ilmu. Perkara ini diperkuatkan lagi dengan kata-kata Ibnul Mubarak dalam sebuah kitab beliau:

"Aku memperlajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun. Dan adalah mereka (ulama') mempelajari adab kemudian mempelajari ilmu" [Mansuah al Adab al Islamiah : 15]

Pada pandangan saya, perlunya adab dan ilmu boleh diumpamakan seperti 'adunan untuk membuat roti'. Adab diumpamakan seperti gandum dan ilmu diumpamakan seperti garam. Hendaklah kita memperbanyakkan gandum berbanding garam namun nisbah tersebut haruslah sekata supaya gandum dan garam yang diadun sempurna nisbahnya. Dan ketahuilah, memperbanyakkan adab bersama ilmu yang sedikit lebih baik daripada memperbanyakkan ilmu berbanding adab yang sedikit.

Dalil Menuntut Ilmu

Dalam Surah at Taubah ada menyebut bahawa bukan semua di antara kita pergi untuk berjuang (berjihad). Makanya wajib sebahagian di antara kita pergi memperdalamkan ilmu agama. Firman Allah SWT yang bermaksud:

"Dan tidaklah (betul dan elok) orang-orang yang beriman keluar semuanya (pergi berperang). Oleh itu, hendaklah keluar sebahagian sahaja dari tiap-tiap puak di antara mereka, supaya orang-orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu yang dituntut di dalam agama, dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang-orang itu kembali kepada mereka; mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah)." [At Taubah 9 : 122]

Dan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW ada menyebut bahawa sekiranya Allah SWT ingin memberikan hambanya kebaikan, maka Allah SWT akan memberikannya kefahaman dalam agama. Perkara ini yang harus dikejar oleh setiap muslim agar dekat kepada kebaikan yang dijanjikan oleh Allah SWT dengan menuntut ilmu. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

"Sesiapa yang dikehendaki oleh Allah SWT baginya akan kebaikan, nescaya Allah SWT akan memberinya kefahaman dalam agama" [HR Bukhari dan Muslim]

Adab Menuntut Ilmu

01.Niat yang ikhlas


Menuntut ilmu bukan untuk lulus dalam perperiksaaan, untuk mendapat kerja yang bagus, untuk dikatakan orang yang bijak atau pelbagai lagi niat yang lain melainkan hanya kerana Allah SWT. Daripada Ibn Umar RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

"Sesiapa yang menuntut ilmu kerana selain daripada Allah SWT ataupun menghendaki menuntut ilmu (sebaliknya) selain daripada Allah SWT, maka disediakan tempat duduknya daripada neraka." [HR Tarmizi]

Niat itu sendiri memainkan peranan yang tinggi dalam sesuatu amalan. Setiap amalan kita akan dinilai oleh Allah SWT berdasarkan niat. Maka niatlah segalanya hanya kerana Allah SWT, kerana sesungguhnya Allah SWT tahu apa yang terdetik dalam hati tiap-tiap manusia.

02.Beradab dengan orang yang memberi ilmu


Imam Syafie pernah bekata:

"Sesiapa yang ingin dibuka hatinya oleh Allah, maka hendaklah ia berkhalwah, sedikit makan, menjauhi daripada bergaul dengan orang yang bodoh, dan membenci orang yang tidak berlaku adil dan tidak beradab daripada kalangan mereka yang berilmu" [Kitab Majmuk, Syarah Mazhab, jilid 1, m/s 31]

Pada pendapat saya dalam hal beradab dengan guru, ia memerlukan perbahasan yang panjang. Namun secara ringkasnya bagi kita sebagai penuntut, adab-adab ini haruslah disesuaikan mengikut situasi. Janganlah kita terlalu menghormatinya sehinggakan mengakui kesilapan yang guru itu lakukan dan janganlah juga kita terlalu memperlecehkan sehingga guru itu tidak ikhlas dalam memberi ilmu kepada kita. Hormatnya kita akan guru berubah mengikut situasi dimana hormatnya seorang kanak-kanak tadika dengan gurunya berbeza dengan hormatnya mahasiswa dengan pensyarah.

03.Bersabar dalam menuntut ilmu


Imam Syafie pernah berkata:

"Tidak diperolehi ilmu kecuali dengan bersabar atas kesengsaraan." [Kitab Muntalaqat Talib al Ilmi, Husin Ya'cob, m/s: 237

04.Tulis setiap yang dipelajari


Sahabat Rasulullah SAW sendiri menulis jika ingin menuntut ilmu, adakah kita lebih baik dari mereka dengan tidak menulis apa yang dipelajari?

Abu Hurairah berkata:

"Tidak ada seorangpun daripada sahabat Rasulullah SAW yang paling banyak meriwayatkan hadis kecuali Abdullah bin Amr bin al Asr, maka sesungguhnya dia telah menulis dan aku tidak menulis" [HR Ahmad dan Baihaqi]

05.Rendah diri


Imam Ahmad bin Hambal berkata:

"Kami diperintahkan supaya tawadhu' (rendah diri) kepada siapa yang kami pelajari ilmu daripadanya." [Kitab Muntalaqat Talib al Ilmi, Husin Ya'cob, m/s 274]

06.Menjahui dari kenyang yang berlebihan


Ibn Jama'ah berkata:

"Sebesar-besar perkara yang menolong seorang penuntut ilmu dengan kefahaman dan tidak rasa jemu adalah makan sekadarnya daripada makan yang halal." [Kitab Fadhlu al Ilmi wa Adab Talabihi, m/s 222]

07.Tidur yang sedikit


Firman Allah SWT yang bermaksud:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (syurga) dan mata air, mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan pada akhir malam mereka meminta ampun (kepada Allah SWT)." [Az Zariyat 51 : 15 – 18]

08.Kurangkan berkata-kata yang tidak menfaat


Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

"Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka bercakaplah dengan perkataan yang baik ataupun diam." [HR Bukhari dan Muslim]

PENUTUP:

Tiada adab yang lebih sempurna melainkan kita mengikuti adab Rasulullah SAW dan adab mereka yang segenarasi dengan Rasulullah SAW (sahabat), generasi setelahnya (tabi'in) kemudian setelahnya (tabi' tabi'in).

Saya menasihati para pembaca sekalian agar dalam usaha kita untuk menuntut ilmu agama, seharusnya memperbanyakkan adab-adab dalam menuntut ilmu. Namun adab-adab tersebut seharusnya jangan terlalu 'fanatik' sehinggakan memperbetulkan apa yang salah dari mereka yang kita hormati. Manakah yang kalian lebih cintai sama ada pemberi ilmu atau kebenaran? Dan kebenaran itu juga seharusnya dengan ilmu.

Hanya ilmu yang layak untuk menjadi pegangan kita sebagai ummat akhir zaman ialah al Quran, as Sunnah dan sunnah Khulafa' al Rasyidin seperti sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

"Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalanku nanti, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh kerana itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah al Khulafa al Rasyidin yang terbina dan terbimbing. Berpeganglah erat-erat denganya dan gigitlah ia dengan gigi gerham." [HR Abu Daud, at Tarmidzi dan lain-lain]

Tinta saya hanyalah dari ilmu yang sedikit namun kerana kesedaran betapa pentingnya adab dalam menuntut ilmu maka saya kongsikan apa yang terbaik dari ilmu yang sedikit ini. Saya memohon dari para 'alim dari segala ilmu untuk menegur jika terdapat salah dan silap dari apa yang saya kongsikan ini. Sungguh tiada yang lebih benar melainkan dari al Quran dan as Sunnah Rasulullah SAW.

- Artikel iLuvislam.com

Senarai Negara yang mengamalkan Pendidikan Percuma



Senarai Negara yg memberi pendidikan percuma peringkat menengah;

Barbados
Brazil
Belgium
Croatia
Denmark
Finland
Greece
Hungary
Kenya
Malta
Mauritius
Morocco
Norway
Scotland
Slovakia
Sri Lanka
Sweden
Trinidad and Tobago
Brunei
Turkey
Oman
Saudi Arabia



Allahhu akbar

Allahhu akbar